Kamis, 17 April 2014

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)



II.                   PEMBAHASAN

2.1  Latar belakang lahirnya demokrasi terpimpin
            Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1965, yaitu dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga jatuhnya kekuasaan Sukarno. Latar belakang dicetuskannya sistem Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Soekarno : dari segi keamanan yaitu banyaknya gerakan sparatis pada masa Demokrasi Liberal, menyebabkan ketidakstabilan di bidang keamanan. Dari segi perekonomian yaitu sering terjadinya pergantian kabinet pada masa Demokrasi Liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat. Sedangkan dari segi politik yaitu konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
            Konsepsi Demokrasi terpimpin Presiden Soekarno yang disampaikan pada tanggal 21 Februari I957 berisi:
1.      Bahwa Demokrasi Liberal secara barat tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia karena itu harus diganti dengan Demokrasi Terpimpin
2.      Dibentuknya kabinet gotong royong yang terdiri dari wakil-wakil dari partai-partai ditambah dengan golongan fungsional
3.      Dibentuknya Dewan Nasional yang beranggotakan wakil-wakil partai dan golongan fungsional dari masyarakat.

            Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD'45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante. Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil voting menunjukan bahwa :
§  269 orang setuju untuk kembali ke UUD'45
§  119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD'45
            Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
1.      Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
2.      Pembubaran Badan Konstitusional
3.      Membentuk DPR sementara dan DPA sementara
            Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden, Kabinet Djuanda dibubarkan dan pada tanggal 9 Juli 1959 diganti dengan Kabinet Kerja. Program Kabinet meliputi keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Jaya, dan sandang pangan. Dengan Penetapan Presiden No.2 tahun 1959, dibentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
1.      Setuju kembali kepada UUD 1945
2.      Setia kepada perjuangan RI, dan
3.      Setuju dengan Manifesto Politik
            Keanggotaan MPRS terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan wakil-wakil golongan. Tugas MPRS adalah menetapkan garis-garis besar haluan negara sesuai pasal 2 UUD 1945.
            Presiden juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketuai oleh Presiden sendiri, mempunyai kewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada Pemerintah (pasal 16 ayat 2 UUD 1945). DPA dilantik pada tanggal 15 Agustus 1959. DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955 tetap menjalankan tugasnya dengan landasan UUD 1945 dan dengan menyetujui segala perombakan yang dilakukan oleh pemerintah, sampai tersusun DPR baru. Semula nampaknya anggota DPR lama akan mengikuti saja kebijaksanaan Presiden Sukarno, akan tetapi ternyata kemudian mereka menolak Anggaran Belanja Negara tahun 1960 yang diajukan oleh pemerintah. Penolakan Anggaran Belanja Negara tersebut menyebabkan dikeluarkannya Penetapan Presiden No.3 tahun 1960, yang menyatakan pembubaran DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1955. Tindakan itu disusul dengan usaha pembentukan DPR baru. Dan pada tanggal 24 Juni 1960 Presiden Sukarno telah selesai menyusun komposisi DPR baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Para anggota DPR-GR yang baru itu dilantik pada tanggal 25 Juni 1960. Komposisi DPR-GR terdiri dari anggota golongan Nasionalis, Islam, dan Komunis dengan perbandingan 44:43:30. Peraturan-peraturan dan tata-tertibnya juga ditetapkan oleh Presiden. Tugas DPR-GR adalah melaksanakan Manipol, merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat, dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin. Pada tanggal 5 Januari 1961 Presiden Sukarno menjelaskan lagi kedudukan DPR-GR yaitu bahwa DPR-GR adalah pembantu Presiden/Mandataris MPRS dan memberi sumbangan tenaga kepada Presiden untuk melaksanakan segala sesuatu yang ditetapkan oleh MPRS.
            Presiden Sukarno pada upacara bendera Hari Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1959 mengucapkan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan kepada pemerintah agar pidato Presiden tanggal 17 Agustus tersebut dijadikan garis-garis besar haluan negara, dan dinamakan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol). Usul DPA itu diterima baik oleh Presiden Sukarno. Dan pada sidangnya pada tahun 1960, MPRS menetapkan Manifesto Politik itu menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam Ketetapan itu diputuskan pula, bahwa pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 dengan judul: “Jalannya Revolusi Kita” dan Pidato Presiden tanggal 30 September di muka Sidang Umum PBB yang berjudul To build the world anew (Membangun dunia kembali) merupakan pedoman-pedoman pelaksanaan Manifesto Politik. Terhadap perkembangan politik itu pernah ada reaksi dari kalangan partai-partai, antara lain dari beberapa pemimpin Nahdlatul Ulama (NU) dan dari PNI. Reaksi juga datang dari Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) dan Sutomo (Bung Tomo) dari Partai Rakyat Indonesia. Sutomo mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Agung dengan suratnya tanggal 22 Juni 1960.


Sutomo menuduh kabinet bertindak sewenang-wenang dan mengemukakan beberapa fakta sebagai berikut:
1.      Paksaan untuk menerima Manipol dan Usdek, tanpa diberi tempo terlebih dahulu untuk mempelajarinya
2.      Paksaan supaya diadakan kerja sama antara golongan Nasionalis, Agama, dan Komunis
3.      Paksaan pembongkaran Tugu Gedung Proklamasi Pegangsaan Timur 56, Jakarta
            Memang di kalangan partai-partai terdapat variasi sikap dan pendapat. Pelbagai tokoh partai menggabungkan diri dalam Liga Demokrasi yang menentang pembentukan DPR-GR. Liga Demokrasi diketuai oleh Imron Rosyadi dari NU, tergabung beberapa tokoh NU, Parkindo, Partai Katholik, Liga Muslim, PSII, IPKI, dan Masyumi. Pada akhir bulan Maret 1960 Liga tersebut mengeluarkan satu pernyataan yang antara lain menyebutkan: supaya dibentuk DPR yang demokratis dan konstitusional. Oleh sebab itu, hendaknya rencana pemerintah untuk membentuk DPR-GR yang telah diumumkan tersebut, ditangguhkan. Adapun sebagai alasan dikemukakan antara lain:
1.      Perubahan perimbangan perwakilan golongan-golongan dalam DPR-GR, memperkuat pengaruh dan kedudukan suatu golongan tertentu
2.      DPR yang demikian pada hakekatnya adalah DPR yang hanya akan meng-ia-kan saja, sehingga tidak dapat menjadi soko guru negara hukum dan demokrasi yang sehat
3.      Pembaharuan dengan cara pengangkatan sebagaimana yang dipersiapkan itu adalah bertentangan dengan azas-azas demokrasi yang dijamin oleh undang-undang
            Kegiatan Liga Demokrasi tersebut hanya nampak pada waktu Presiden Sukarno berada di luar negeri. Setibanya Presiden di tanah air, beliau segera melarang Liga Demokrasi. Tindakan Presiden Sukarno selanjutnya adalah mendirikan Front Nasional, yaitu suatu organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Front Nasional itu diketuai oleh Presiden Sukarno sendiri. Presiden juga membentuk Musyawarah Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR). MPPR beserta stafnya merupakan badan pembantu Pemimpin Besar Revolusi (PBR), dalam mengambil kebijaksanaan khusus dan darurat untuk menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR terdiri dari sejumlah menteri yang mewakili MPRS dan DPR-GR, departemen-departemen, angkatan-angkatan dan wakil dari organisasi Nasakom. Badan ini langsung berada di bawah Presiden.
            Dalam periode Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin, Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha menempatkan dirinya sebagai golongan yang menerima Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Kekuatan politik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden Sukarno dengan TNI-AD dan PKI di sampingnya. Sehubungan dengan strateginya yang “menempel” pada Presiden Sukarno, PKI secara sistematis berusaha memperoleh citra sebagai Pancasilais dan mendukung ajaran-ajaran Presiden Sukarno yang menguntungkannya.
            TNI-AD mensinyalir adanya tindakan-tindakan pengacauan yang dilakukan PKI di Jawa Tengah (PKI malam).  TNI pun bertindak dengan melakukan pengawasan terhadap PKI, namun Presiden Sukarno justru memerintahkan agar segala keputusan itu dicabut kembali. Pidato-pidato Presiden Sukarno yang berjudul Resopim, Takem, Gesuri, Tavip, Takari jelas menggambarkan sikap politik Presiden Sukarno yang cenderung kepada TKI dan membuat PKI untuk menyudutkan TNI-AD sebagai pihak yang sumbang suaranya. Puncak dari kegiatan PKI adalah meletusnya Pemberontakan G 30 S/PKI.

2.2 Kehidupan politik pada masa demokrasi terpimpin
            Soekarno dengan konsep Demokrasi Terpimpinnya menilai Demokrasi Barat yang bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan politik. Menurut Soekarno, penerapan sistim Demokrasi Barat menyebabkan tidak terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia. Pandangan Soekarno terhadap sistem liberal ini pada akhirnya berpengaruh terhadap kehidupan partai politik di Indonesia. Partai politik dianggap sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Partai-partai yang ada pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai dan ditekan oleh Soekarno untuk dibubarkan. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sejumlah partai untuk berkembang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan Soekarno akan keseimbangan kekuatan yang labil dengan kalangan militer. Beberapa partai dapat dimanfaatkan oleh Soekarno untuk dijadikan sebagai penyeimbang.
            Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden.
            Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula.
            Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan.
            PKI di bawah pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-komunis, PKI merupakan partai terbesar.
            Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer untuk dapat ditunggangi. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. Keadaan ini dimanfaatkan PKI untuk mencapai tujuan politiknya. Sikap militan yang radikal yang ditunjukkan PKI melalui agitasi dan tekanan-tekanan politiknya yang semakin meningkat, membuat jurang permusuhan yang terjadi semakin melebar. Konflik yang terjadi itu kemudian mencapai puncaknya pada pertengahan bulan September tahun 1965.
            Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden (Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:
1.      Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila
2.      Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya
3.      Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah
4.      Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia
5.      Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai
6.      Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan.
            Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti).
            Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin. Partai-partai tersebut hampir tidak bisa memainkan perannya dalam pentas perpolitikan nasional pada masa itu. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh peran Soekarno yang amat dominan dalam menjalankan pemerintahannya dengan cirinya utamanya yang sangat otoriter pada waktu itu di era demokrasi terpimpin.

2.3 Kehidupan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin
            Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat.
            2.3.1 Pembentukan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas)
            Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.
Tugas Depernas adalah:
a.       Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
b.      Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
            Hasil yang dicapai dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan.
Pada tahun 1963, Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Tugas Bappenas adalah:
a.       Menyusun rencana jangka panjang dan rencana tahuanan, baik nasional maupun daerah
b.      Mengawasi dan menilai pelaksanaan pembangunan
c.       Menyiapkan serta menilai hasil kerja mandataris untuk MPRS
2.3.2 Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)
Tujuan dilakukan Devaluasi :
a.       Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
b.      Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
c.       Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai uang (devaluasi) yang diatur dalam Peraturan Pemerintan Pengganti Undang-Undang No.2 dan No.3 tahun 1959, yaitu sebagai berikut:
a.       Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
b.      Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c.       Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
            Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
a.       Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun
b.      Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman
c.       Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
2.3.3 Kenaikan laju inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
a.       Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan
b.      Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan
c.       Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar
d.      Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
e.       Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil
f.        Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh
g.       Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan
            Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
a.       Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran
b.      Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.
Dampaknya :
a.       Inflasi semakin bertambah tinggi
b.      Harga-harga semakin bertambah tinggi
c.       Kehidupan masyarakat semakin terjerpit
d.      Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa
e.       Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa
f.        Pada tahun 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.
Kebijakan pemerintah :
a.       Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi
b.      13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
a.       Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah baru
b.      Tindakan moneter pemerintah untuk menekan angka inflasi malahan menyebabkan meningkatnya angka inflasi.
2.3.4 Deklarasi Ekonomi (Dekon)
Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi adalah karena:
a.       Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk merangsang ekspor (export drive) mengalami kegagalan, misalnya Sistem Bukti Ekspor (BE)
b.      Sulitnya memperoleh bantuan modal dan tenaga dari luar negri sehingga pembangunan yang direncanakan guna meningkatkan taraf hidup rakyat tidak dapat terlaksana dengan baik
            Sehingga pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru guna perbaikan ekonomi secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (DEKON) dengan 14 peraturan pokoknya. Dekon dinyatakan sebagai strategi dasar ekonomi Terpimpin Indonesia yang menjadi bagian dari strategi umum revolusi Indonesia. Strategi Dekon adalah mensukseskan Pembangunan Sementara Berencana 8 tahun yang polanya telah diserahkan oleh Bappenas tanggal 13 Agustus 1960.
            Tujuan utama dibentuk Dekon adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Pelaksanaannya:
a.       Peraturan tersebut tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan masalah inflasi
b.      Dekon mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia
c.       Kesulitan-kesulitan ekonomi semakin mencolok, tampak dengan adanya kenaikan harga barang mencapai 400 % pada tahun 1961-1962
d.      Beban hidup rakyat semakin berat.
Kegagalan Peraturan Pemerintah disebabkan karena:
a.       Tidak terwujudnya pinjaman dari International Monetary Fund (IMF) sebesar US$ 400 juta
b.      Adanya masalah ekonomi yang muncul karena pemutusan hubungan dengan Singapura dan Malaysia dalam rangka kasi Dwikora
c.       Politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara barat semakin memperparah kemerosotan ekonomi Indonesia.
2.3.5 Meningkatkan Perkreditan dan Perdagangan Luar Negeri
            Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin di bidang perkreditan dan perdagangan hakekatnya tidak berbeda sifatnya dari sistem ijon dari petani-petani dan pengusaha-pengusaha kecil, hanya saja kredit luar negeri ini berskala nasional dan menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia. Dalih perkreditan luar negeri pada masa ini adalah mengarrangement dan readjustment dengan negara-negara kreditor. Dan sementara itu masyarakat Indonesia pada umumnya masih beranggapan bahwa hutang adalah identik dengan penghasilan.
            Perdagangan luar negeri antara Indonesia dengan negara lain misalnya dengan negara Cina. Perdagangan bilateral tersebut dijalin atas dasar Government to Government (G to G). Dalam perdagangan G to G ini RRC memperoleh keuntungan politik disamping keuntungan ekonomi yang tidak sedikit. Sebagai contoh perdagangan karet. Transaksi-transaksi karet rakyat Indonesia dengan RRC pada hakekatnya adalah pembelian bahan baku yang murah oleh RRC, yang kemudian dijual kembali sebagai barang jadi yang mahal ke Indonesia sebagai yang disebut bantuan luar negeri. Dalam hubungan ini adakalanya barang-barang yang bercap RRC seperti tekstil yang dikirim sebagai bantuan ke Indonesia bukan dibuat di RRC sendiri akan tetapi di Hongkong. Dalam hal ini disebut bantuan pada hakekatnya adalah hasil keuntungan RRC dari pembelian karet rakyat Indonesia. Maka jelaslah bahwa kebijaksanaan perdagangan dan perkreditan luar negeri yang dilakukan oleh pemerintah Orde Lama terutama selama 3 tahun terakhir telah membawa Indonesia ke dalam lingkungan pengaruh politik RRC sampai titik kulminasinya dalam pemberontakan G 30 S/PKI.
            Dalam rangka usaha untuk membiayai proyek-proyek Presiden/Mandataris MPR-S, maka Presiden Sukarno mengeluarkan Instruksi Presiden No.018 tahun 1964 dan Keputusan Presiden No.360 tahun 1964, yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai penghimpunan dan penggunaan “dana-dana revolusi”. Dana-dana revolusi tersebut pada mulanya diperoleh dari pungutan uang call SPP dan dari pungutan yang dikenakan pada pemberian izin impor dengan deferred payment. Deferred payment ialah suatu macam impor yang dibayar dengan kredit (kredit berjangka 1-2 tahun) karena tidak cukup persediaan devisa. Dalam praktek, barang-barang yang diimpor dengan menggunakan deferred payment khusus itu adalah barang-barang yang tidak membawa manfaat bagi rakyat banyak, bahkan sebaliknya merupakan barang-barang yang sudah dijadikan bahan spekulasi dalam perdagangan, misalnya scooter dan barang-barang lux lainnya. Pada umumnya yang mendapat izin deferred payment ini adalah yang disponsori oleh Presiden Sukarno sendiri. Akibat kebijaksanaan kredit luar negeri ini adalah:
a.       Hutang-hutang negara semakin bertimbun-timbun, sedangkan ekspor semakin menurun terus
b.      Devisa menipis karena ekspor menurun sekali
c.       Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau pembayaran itu ditangguhkan
d.      RI tidak mampu lagi membayar tagihan-tagihan dari luar negeri, yang mengakibatkan adanya insolvensi internasional. Karena itu, sering terjadi bahwa beberapa negara menyetop impornya ke Indonesia karena hutang-hutang tidak dibayar.
2.3.6 Kebijakan lain pemerintah
a. Pembentukan Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP)
            Dikeluarkan peraturan tanggal 17 April 1964 mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) dan Kesatuan Operasi (KESOP) dalam usaha perdagangan.
b. Peleburan bank-bank negara
            Presiden berusaha mempersatukan semua bank negara ke dalam satu bank sentral sehingga didirikan Bank Tunggal Milik Negara berdasarkan Penpres No. 7 tahun 1965.
            Tugas bank tersebut adalah sebagai bank sirkulasi, bank sentral, dan bank umum. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dilakukan peleburan bank-bank negara seperti Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN), Bank Umum Negara, Bank Tabungan Negara, Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia. Akhirnya dibentuklah Bank Negara Indonesia yang terbagi dalam beberapa unit dengan tugas dan pekerjaan masing-masing. Namun tindakan itu menimbulkan spekulasi dan penyelewengan dalam penggunaan uang negara sebab tidak ada lembaga pengawas.
Kegagalan pemerintah dalam menanggung masalah ekonomi, disebabkan karena:
a.       Semua kegiatan ekonomi terpusat sehingga kegitan ekonomi mengalami penuruan yang disertai dengan infasi
b.      Masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis
c.       Kemenangan politik diutamakan sedangkan kehidupan ekonomi diabaikan (politik dikedepankan tanpa memperhatikan ekonomi)
d.      Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangana antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya
e.       Tidak ada ukuran yang objektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha
f.        Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus
g.       Kebrangkutan tidak dapat dikendalikan, Masyarakat mengalami kesulitan hidup, kemiskinan, dan kriminalitas

2.4 Kehidupan sosial budaya pada masa demokrasi terpimpin
            2.4.1 Pendidikan
            Murid-murid sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas pada tahun 1950-an jumlahnya melimpah dan berharap menjadi mahasiswa. Mereka ini adalah produk pertama dari system pendidikan setelah kemerdekaan. Universitas baru didirikan di ibukota propinsi dan jumlah fakultas ditambah meskipun kekurangan tenaga pengajar. Perguruan tinggi swasta semakin banyak terutama tahun 1960. Eksplosi pendidikan tinggi ini disebabkan meluasnya aspirasi untuk menjadi mahasiswa.
            Untuk memenuhi keinginan golongan islam didirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Sedangkan umat Kristen dan katolik didirikan sekolah Tinggi Theologia serta seminari-seminari. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan pembebasan biaya kuliah menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa besar-besaran. Penambahan mahasiswa mencapai seratus ribu dengan perguruan tinggi 181 buah pada tahun 1961.
            Sejak tahun 1959 dibawah menteri P dan K Prof. Dr. Prijono disusun suatu rencana pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama, yang meliputi :
1.    Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K
2.    Meningkatkan seni dan olahraga
3.    Mengharuskan usaha halaman
4.    Mengharuskan penabungan
5.    Mewajibkan usaha-usaha koperasi
6.    Mengadakan kelas masyarakat
7.    Membentuk regu kerja di kalangan SLTP/SLTA dan Universitas
            Sejak tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan dalam kurikulum SMP baru di tambahkan mata pelajaran ilmu administrasi dan kesejahteraan masyarakat. Sistem pendidikan SMA di lakukan penjurusan mulai kelas II jurusan di bagi menjadi kelas budaya, soiial, ilmu pasti dan alam.  Melihat pembagian di SMA seperti itu menunjukkan mereka dipersiapkan untuk memasuki peguruan tinggi. Tentang penyelenggaraan seni dan olah raga ditentukan kewajiban mempelajari dan menyanyikan 6 lagu nasional selain lagu kebangsaan Indonesia Raya. Olah raga sepak bola dan bola volley banyak dikembangkan.
            Yang dimaksud Usaha halaman adalah usaha yang dapat dilakukan di halaman sekolah maupun rumah, yang hasilnya dapat dibuat sebagai penambah pangan. Usaha halaman sekolah berlaku untuk semua tingkat sekolah negeri maupun swasta.
            Gerakan menabung bagi setiap murid dilakukan pada bank tabungan pos, kantor pos, kantor pos pembantu. Cara penabungan di atur oleh departemen P dan K bersama dengan Direksi Bank Tabungan Pos. usaha ini untuk mendidik anak berhemat selain untuk pengumpulan dana masyarakat. Gerakan koperasi sekolah juga digiatkan. Murid aktif dalam penyelenggaraan koperasi. Kepala sekolah dan guru sebagai pengawas dan penasehat koperasi.
            Suatu kelas masyarakat yang waktu pendidikannya 2 tahun dibentuk untuk menampung lulusan sekolah rakyat yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan sekolah. Mereka dididik dalam kelas masyarakat ini untuk mendapat ketrampilan.
            Sekitar tahun 1960-an dikalangan pendidikan muncul masalah yakni usaha PKI untuk menguasai organisasi profesi guru “Persatuan Guru Replubik Indonesia” (PGRI). Hal ini menimbulkan perpecahan dikalangan guru dan PGRI.  Perpecahan PGRI bertepatan dengan dilancarkannya system pendidikan baru oleh menteri PP dan K. system baru itu adalah Pancasila dan Pancawardhana. Adapun sistem Pancawardhana atau lima pokok penjabarannya :
1.         Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional /internasional/keagamaan
2.         Perkembangan intelegensi
3.         Perkembangan nasional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir dan batin
4.         Perkembangan keprigelan ( kerajinan tangan )
5.         Perkembangan jasmani.
2.4.2 Komunikasi Massa
            Surat kabar dan majalah yang tidak seirama dengan Demokrasi Terpimpin, harus menyingkir dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat Ijin Cetak (SIT) diperketat. Sejak tahun 1960, semua penerbit wajib mengajukan permohonan SIT dengan dicantumkan 19 pasal yang mengandung pertanggungjawaban surat kabar/majalah tersebut.
            Pedoman resmi untuk penerbitan surat kabar dan majalah diseluruh Indonesia, dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1960 yang ditanda tangani oleh Ir. Juanda selaku Pejabat Presiden. Pedoman yang berisi 19 pasal tersebut mudah digunakan penguasa untuk menindak surat kabar/majalah yang tidak disenangi. Maka satu demi satu penerbit yang menentang dominasi PKi di cabut SITnya. Yakni, Harian Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, Star Weekly dan sebagainya. Surat kabar Abadi lebih memilih menghentikan penerbitan daripada menandatangani persyaratan 19 pasal itu. Dengan semakin sedikitnya pers Pancasila yangb masih hidup, dapat digambarkan betapa merajalelanya Surat Kabar PKI seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Warta Bhakti.
            Melalui Harian Rakyat surat kabar resminya, pimpinan PKI memimpin propaganda untuk menyingkirkan lawan politiknya. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) satu-satunya organisasi profesi wartawan yang ada dan diakui pemerintah, didominasi oleh golongan komunis dan satelit-satelitnya. Karena itu wartawan diluar kubu komunis tidak bisa bergerak karena terkepung. Bahkan Departemen Penerangan akhirnya dapat digiring kepada sikap mendukung garis yang diajukan PKI.
            Sajuti Melik menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno yang murni (belum dipengaruhi oleh komunisme) dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar dengan jdul tulisan “Belajar Memahami Soekarnoisme”. Isi pokok tulisan Sajuti Melik ialah “Tidak setuju Nasakom”, melainkan setuju Nasasos. Maksudnya ialah untuk mengingatkan berbagai pihak akan ajaran-ajaran Bung Karno yang semula. Dengan demikian diharapakan untuk membendung penyimpangan-penyimpangan oleh PKI terhadap ajaran-ajaran itu. Pada mulanya tulisan itu di muat oleh Suluh Indonesia, Koran PNI, dan dari Koran itu di kutip oleh harian dan majalah lain. Tapi setelah ada protes keras dari PKI, maka dihentikan pemuatannya oleh Suluh Indonesia. Berdasarkan tulisan sajuti Melik ini, berdirilah Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS). Pengurus BPS adalah ketua : Adam Malik; Wakil Ketua : B. M. Diah; Ketua Harian : Sumantoro; Wakil Ketua Harian : Junus Lubis; Sekretaris Umum : Drs. Asnawi Said; Bendahara : Sunaryo Prawiroadinata; Biro Dalam Negeri : Sugiarso; Biro Luar Negeri : Zain Effendi AI; Penghubung : Adyatman. BPS terbukti mendapat dukungan luas dalam masyarakat, dilain pihak mendapat tantangan dari PKI. Melalui surat kabar, rapat-rapat dan demonstrasi PKI menfitnah BPS dengan slogan to kill Soekarno With Soekarnoisme.
            Pemerintah Soekarno pada saat itu mendapat tekanan dari golongan komunis untuk menindak BPS. Pada akhirnya Presiden Soekarno, selaku pemutus terakhir turun tangan. Keputusan yang di ambil Presiden Soekarno pada bulan februari 1965 ialah: “ …melarang semua aktivitas BPS dan mencabut izin terbit Koran-koran penyokong BPS”. Ini berarti BPS bubar.
            Akibat dilarangnya Koran pendukung BPS banyak karyawan pers yang dengan itikat baik hendak menyebarkan ajaran Bung Karno menurut tafsiran yang murni dan bukan tafsiran Komunis., kehilangan nafkahnya.
2.4.3 Kehidupan Budaya
            Sesuai dengan semboyan PKI “ politik adalah panglima”  maka seluruh kehidupan masyarakat diusahakan untuk berada di bawah dominasi politiknya. Kampus diperpolitikkan mahasiswa yang tidak mau ikut dalam rapat umumnya, appel-appel besarnya dan demonstrasi-demonstrasi revolusionernya di caci maki dan dirongrong oleh unsur Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) atau satelit-satelitnya. Wartawan yang ikut BPS dimaki-maki sebagai antek Nekolim atau agen CIA. Bahkan para budayawan maupun seniman juga tak luput dari raihan tangan mereka.
            Realisme sosialis sebagai doktrin komunis dibidang seni dan sastra diusahakan untuk menjadi doktrin di Indonesia juga. Akan tetapi pelaksanaan doktrin tersebut lebih represif dari pada persuasive seperti adanya larangan bagi pemusik-pemusik pop untuk memainkan lagu-lagu ala imperialis barat. Peristiwa yang paling diingat oleh masyarakat pada bidang budaya adalah heboh mengenai Manifes Kebudayaan dan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI).  Sesungguhnya isi dari Manifes Kebudayaan itu tidaklah baru atau luar biasa. Yang diungkap adalah konsepsi humanisme universal yang timbul dalam masyarakat liberal yang menekankan kebebasan individu untuk berkarya secara kreatif. PKI tidak serta merta menyerang manifes tersebut akan tetapi berselang 4 bulan setelah kemunculannya baru mulai angkat senjata. Hal ini terjadi karena para sastrawan Pancasilais baik yang mendukung manifes kebudayaan maupun tidak sedang menyiapkan rencana untuk menyelenggarakan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). PKI menganggap bahwa sebuah manifest saja bukanlah ancaman bagi mereka akan tetapi suatu pengelompokan yang terorganisasi merupakan bahaya yang harus segera ditumpas sebelum berkembang lebih besar. Para sastrawan yang sudah menyiapkan KKPI memiliki perencanaan yang matang. Mereka sudah  melakukan pengaman secukupnya baik berupa konsepsi maupun dukungan dari pejabat-pejabat dan kekuatan-kekuatan pancasilais. Setelah kemunculan Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI) barulah PKI mulai mengadakan kampanye untuk mengidentifikasi KKPI dan PKPIdengan manifest kebudayaan untuk sama-sama dihancurkan. Serangan terhadap manifest kebudayaan terus dilancarkan melalui tulisan yang semakin tajam dalam Harian Rakyat, Bintang Timur dan Zaman Baru. PKI menganggap manifest kebudayaan sebagai bentuk penyelewengan dari revolusi Indonesia yang berporos pada soko guru tani, buruh dan prajurit. Di lain sisi PKI mendukung penuh gagasan manifest politik karena dalam ide-ide tersebut terdapat penyesuaian gagasan sikap politik budaya dari perjuangan komunisme. Manifes kebudayaan dianggap mengesampingkan manifest politik karena memisahkan antara politik dan kebudayaan. Propaganda PKI yang hebat sedikit banyak telah mempengaruhi massa, serangan-serangan terhadap pendukung manifest kebudayaan dan KKPI tidak ada hentinya dalam harian, pidato, tokoh-tokoh PKI maupun aksi politik. Serangan lewat media mass media, aksi turun kejalanberdemonstrasi dilakukan oleh penyokong PKI. Aksi-aksi tersebut mengundang presiden Soekarno sehingga pada ulang tahun Departemen Perguruan Tinggi dan ILmu Pengetahuan (PTIP) yang ke-3 menyampaikan pidato yang mendesak mahasiswa revolusioner dan molotan untuk menggeser guru-guru besar dan sarjana anti manifest politik. Pidato Presiden Soekarno tentang Manipol-Usdek yang dimanfaatkan PKI untuk pentrapan bagi konsumsi rakyat. Dalam pidato ini Presiden soekarno mengecam adanya kebudayaan barat yang diasosiasikan dengancita-cita imperialism barat. Kekuatan Pki setelah tahun 1963sangat besar dan berpengaruh sekali, Bahkan PKI dapat keluar masuk istana secara mudah. Sehingga Presiden soekarno mengeeluarkan larangan terhadap manifest kebudayaan karena manifesto politik republic Indonesia sebagai pancaran pancasiala telah menjadi garis besar haluan negara tidak mungkin didampingi manifesto lain apalagi kalau manifesto itu menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi dan member kesan berdiri disampingnya. Pernyataan Presiden Soekarno yang menganggap pendukung manifest kebudayaan bertentangan dengan manipol merupakan suatu tuduhan yang sangat berbahasa pada saat itu. Pencetus utama manifest kebudayaan H.B Jassin, wiratmo Sukitodan Trisno sumardjo merasakan ahwa mereka harus membuat suatu pernyataan berkenaan dengan perintah pelarangan dari Presiden soekarno untuk menjelaskan posisi manifesto kebudayaan, membersihkan diri mereka dari massa yang digerakkkan PKI. Oleh sebab itu pada tanggal 11 Mei 1964 ketiga tokoh tersebut menanggapi larangan Presiden Soekarno. Pernyataan ini dibuat agar angka korban yang jatuh akibat dukungan kepada manifest kebudayaan tidak meningkat.
            Pada tanggal 27 Agustus-2 September 1964 PKI mengadakan Konferensi Nasional Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR) di Jakarta. KSSR ini dimaksudkan untuk menandingi KKPI yang diadakan bulan Maret lalu. KSSR mau membuktikan bahwa suasana kebudayaan berada dibawah kekuasaaan PKI. Dengan demikian berhasilllah PKI memukul manifest kebudayaan akan tetapi PKPI tidak dapat mereka hancurkan. Benteng Pancasila tidak dapat ditaklukkan oleh PKI selain itu para sastrawan Indonesia mendapatkan pelajaran berharga bahwa untuk menghadapi komunisme diperlukan juga senjata berupa organisasi.



DAFTAR PUSTAKA

Karim Rusli. 1993. Perjalanan Partai Politik Di Indonesia: Sebuah Potret Pasang-    Surut. Jakarta: Rajawali Pers.
Maarif Ahmad Syafii. 1996. Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa         Demokrasi Terpimpin (1959—1965). Jakarta: Gema Insani Press.
Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993 Sejarah Nasional Indonesia jilid VI.       Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.

2 komentar:

  1. Aku Widya Okta, saya ingin bersaksi pekerjaan yang baik dari Allah dalam hidup saya kepada orang-orang saya yang mencari untuk pinjaman di Asia dan bagian lain dari kata, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara. Apakah mereka orang yang mencari pinjaman di antara kamu? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan pinjaman penipuan di sini di internet, tetapi mereka masih asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban dari suatu 6-kredit pemberi pinjaman penipuan, saya kehilangan begitu banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka. Aku hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari utang saya sendiri, sebelum aku rilis dari penjara dan teman yang saya saya menjelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya ke perusahaan pinjaman dapat diandalkan yang SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapat pinjaman saya Rp900,000,000 dari SANDRAOVIALOANFIRM sangat mudah dalam 24 jam yang saya diterapkan, Jadi saya memutuskan untuk berbagi pekerjaan yang baik dari Allah melalui SANDRAOVIALOANFIRM dalam kehidupan keluarga saya. Saya meminta nasihat Anda jika Anda membutuhkan pinjaman Anda lebih baik kontak SANDRAOVIALOANFIRM. menghubungi mereka melalui email:. (Sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda juga dapat menghubungi saya melalui email saya di (widyaokta750@gmail.com) jika Anda merasa sulit atau ingin prosedur untuk memperoleh pinjaman.

    BalasHapus
  2. Halo, saya Ny. Sandra Ovia, pemberi pinjaman pribadi uang, apakah Anda berutang? Anda membutuhkan dorongan keuangan? pinjaman untuk membangun bisnis baru, untuk memenuhi tagihan Anda, memperluas bisnis Anda di tahun ini, renovasi rumah Anda dan kami juga memberikan pinjaman BITCOIN dengan suku bunga sangat rendah 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui Email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda dipersilakan ke perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan yang terbaik dari layanan kami.

    BalasHapus