II.
PEMBAHASAN
2.1
Latar Belakang Munculnya Konsepsi
Indonesia
Latar
belakang munculnya konsepsi Indonesia diawali oleh seorang pujangga asal
Belanda yang bernama Eduard Douwes Dekker (1820-1887) dengan nama samaran
Multatuli menamakan Tanah Air kita dengan sebutan Insulinde (kepulauan Hindia)
dalam bukunya Max Havelor tahun 1860, kemudian dipopulerkan oleh prof. P.J.
Veth. Alasan multatuli memberi nama Insulinde karena tidak suka mendengar nama
Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) yang diberikan oleh Belanda. Beliau juga
menggambarkan bahwa kepulauan Negara kita laksana sabuk yang melingkari garis
katulistiwa ditretes intan jamrud.
Bangsa
Eropa yang awam dengan benua Asia selalu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri
dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Menurut mereka daerah yang terbentang
luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Semenanjung Asia
Selatan mereka sebut sebagai Hindia Muka, dan dataran Asia Tenggara dinamakan
Hindia Belakang sedangkan kepulauan Tanah Air kita memperoleh nama kepulauan
Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, Archipel Indian), pada zaman
Belanda nama resminya adalah Nederlandch Indie (Hindia Belanda).
Nama
Hindia asal mulanya buatan Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah berkebangsaan
Yunani (484-525SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu sejarah. Adapun nama Hindia
ini baru digunakan untuk kepulauan ini oleh Polemeus (100-178) seorang ahli
ilmu bumi terkenal, dan nama Hindia ini menjadi terkenal sesudah bangsa
portugis dibawah pimpinan Vasco da Gama mendapati kepulauan ini dengan
menyusuri sungai Indus.
Pada
tahun 1920-an seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Ernest Francois Eugene
Douwes Dekker yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (1878-1950) memperkenalkan
nama Nusantara.
Nusantara
semula bermakna kepulauan seberang yang digunakan untuk menyebut pulau-pulau di
luar jawa. Secara historis, Dr.Setiabudi mengartikan kepulauan seberang
tersebut sebagai nasionalistis dengan mengambil kata melayu asli yaitu kata
Antara. Nusantara kini memiliki arti
yang baru yaitu nusa diantara dua benua dan samudera, sehingga Jawa pun
termasuk dalam definisi Nusantara modern. Dr. Setiabudi mengambil nama
Nusantara dari kitab Pararaton, yaitu kitab yang membahas sejarah para ratu
Singosari hingga runtuhnya Majapahit (Naskah kuno zaman Majapahit tersebut
ditemukan di Bali akhir abad-19, diterjemahkan J. LA Brandes dan diterbitkan
oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920). Kemudian karena tahu asal-usul
nama Nusantara adalah sebutan bumi pertiwi dulu dan tidak mengandung kata India
maka dengan cepat menjadi populer dalam tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan
untuk digunakan sebagai pengganti nama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Pada
tahun 1847 terbitlah sebuah majalah tahunan di Singapura dengan nama Journal Of
Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), dikelola oleh James Richardson
Logan (1819-1869) seorang lulusan sarjana Edinburg (Inggris). Tahun 1849 George
Samuel Windsor Earl (1813-1865) yang berasal dari Inggris pun menggabungkan
diri sebagai redaksi Majalah JIAEA. Dalam artikelnya Earl di majalah JIAEA
volume 4 tahun 1850 menyatakan pendapatnya bahwa sudah tiba waktunya untuk
rakyat di kepulauan melayu memiliki nama khusus (a distinctive name) sebab nama
Hindia tidaklah cocok dan sering mengundang kebingungan dengan sebutan India
yang lain. Dalam judul artikelnya Embracing
Enquiries Into The Continental Relations of the Indo-pacific Islanders,
Earl menamakan penduduk India Belanda bagian barat yang berasal dari Proto-Melayu
(melayu tua) dan Neutero-Melayu (melayu muda) sebagai Indunesians dan Earl
memilih nama untuk wilayah kepulauan Negara kita dengan sebutan Melayunesia
(kepulauan melayu), sebab Melayunesians sangat tepat untuk ras Melayu, apalagi
bahasa melayu banyak digunakan diseluruh kepulauan Negara kita.
James
Richardson Logan tidak sependapat dengan Windson Earl, beliau menulis
artikelnya dalam majalah JIAEA volume 4 hal 252-347 dengan judul The Ethanology Of The Indian Archipelago yang
membahas tentang nama bagi kepulauan Negara kita yang oleh Belanda dan bangsa
Eropa disebut Indian Archipelago yang menurut Logan nama tersebut sangat
panjang dan membingungkan.
Melalui
tulisan Logan tersebut untuk pertama kalinya nama Indonesia muncul di dunia
Internasional “Mr. Earl Sugests the Ethnographical term Indonesia, but rejects
in favaour of Malayunesian, I prefer the purely geographical term Indonesian,
which is merely a shorter synonym for the Indian Island or the Indian
Archipelago”. Selanjutnya Logan secara aktif dalam setiap karya-karya
tulisannya selalu memakai nama Indonesia sehingga banyak dari kalangan ilmuwan
bidang Ethnology dan Geografi yang mengikuti pendapat Logan menyebut
“Indonesia” pada kepulauan kita.
Logan
memungut nama Indunesia yang dibuang oleh Earl yang pada waktu itu Earl tidak
suka memakai istilah Indunesia dengan alasan bahwa Indunesia (kepulauan
Indonesia) bisa juga digunakan untuk wilayah Ceylon (Srilanka) dan Maldevies
(Maladewa). Earl mengajukan dua pilihan nama Indonesia atau Melayunesia pada
halaman 71, artikelnya itu tertulis “…..the in habitants of the Indian
Archipelago or Malayan Archipelago Would become respectively Indonesia or
Malayunesians”. Logan mengganti huruf u (Indunesia) dengan huruf o (Indonesia)
agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah sebutan Indonesia sampai sekarang.
2.2 Proses Pengenalan dan
Penyebaran Konsep Indonesia
Pengenalan
dan penyebaran konsep indonesia untuk pertama kali dilakukan oleh seorang guru
besar bidang ethnology universitas berlin yaitu Adolf Bastian. Ia mempopulerkan nama Indonesia
dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul Indonesia Ordeer Die Inseln Des Malaysichien Archipel sebanyak lima
volume. Isi dari buku-buku tersebut membahas penelitiannya ketika
pengembaraannya ke Tanah Air kita, pada tahun 1864-1880.
Melalui
buku Bastian tersebut nama Indonesia semakin populer dikalangan sarjana, hingga
pernah muncul suatu pendapat bahwa Adolf Bastian adalah pencipta nama Indonesia,
pendapat yang keliru tersebut tercantum dalam Encyclopedie Van Nederland-Indie,
tahun 1918 bahkan di Indonesia dimasukkan dalam buku sejarah kebangsaan jilid I
untuk SLTP dan yang sederajat, penerbit Asia Afrika tahun 1969.
Selain
Adolf Bastian, prof. Van Vollen Hoven (1917) juga mempopulerkan nama Indonesia
sebagai ganti Indisch (India) begitu juga istilah Inlander (pribumi) diganti
sebutan Indonesier (orang Indonesia).
Nama
Indonesia Menjadi Makna Politik Sejak tahun 1850-1884 nama Indonesia telah
dikenal dalam ilmu pengetahuan Indonesia. Nama Indonesia yang semula adalah
istilah ilmiah dalam ethnology kemudian diambil oleh para pemimpin pergerakan
nasional, sehingga istilah Indonesia berubah menjadi makna politis. Karena
istilah Indonesia menjadi makna politis sebagai wujud identitas suatu bangsa
yang telah bangkit dari cengkraman kolonialisme Belanda yang mencapai
kemerdekaannya, maka pemerintahan kolonialisme belanda selalu menaruh curiga dan
mewaspadai istilah Indonesia itu.
2.3 Upaya Yang
Dilakukan Dalam Mensosialisasikan Konsep Indonesia Dari Segi Organisasi dan
Pers
Orang
Indonesia yang pertama kali menggunakan nama Indonesia adalah Ki Hajar
Dewantara (Suwardi Suryaningrat) pada waktu Beliau di buang di negeri Belanda
tahun 1913. Ketika di negeri Belanda, Beliau mendirikan sebuah biro pers dengan
nama Indonesische Pers Bureau, Sehingga di Rotterdam (Belanda) nama Indonesia
semakin populer digunakan oleh kalangan para mahasiswa dan para ilmuwan.
Seorang
mahasiswa sekolah tinggi ekonomi (Handels hooge school), yang bernama Moch.
Hatta mengusulkan agar organisasinya para mahasiswa Hindia Belanda yang belajar
di negeri Belanda untuk diubah yang semula bernama Indische Vereeniging yang
didirikan pada tahun 1908, menjadi Indische Vereeniging (perhimpunan
Indonesia). Begitu pula majalahnya mahasiswa Hindia Belanda semula bernama Hindia
Poetra diganti dengan nama Indonesia Merdeka. Alasan Moch. Hatta berinisiatif
mengganti nama organisasi dan majalah dengan istilah Indonesia termuat dalam
majalah Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan “……bahwa Indonesia merdeka yang
akan datang mustahil disebut Hindia Belanda juga tidak Hindia saja. Sebab dapat
menumbuhkan kekeliruan dengan India yang asli bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik karena melambangkan dan mencita-citakan suatu
Tanah Air di masa depan, dan untuk mewujudkanya tiap orang Indonesia akan
beusaha dengan segala tenaga dan kemampunya di dalam negeri.”
Dalam
mensosialisasikan konsep Indonesia dari segi organisasi, di dalam negeri
berbagai organisasi muncul dengan sebutan Indonesia. Tercatat tiga organisasi
yang pertama kali menamakan organisasinya dengan memakai sebutan Indonesia. Organisasi
yang pertama didirikan oleh Dr. Soetomo pada tahun 1924 dengan nama Organisasi
Indonesische Studie Club. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti
nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Propaganda PKI kini menunjukkan
bahwa partai ini telah benar-benar mengindonesia. Antara tahun 1918-1921
serikat buruh Indonesia meraih sukses besar dalam meningkatkan kondisi dan upah
anggotanya terutama berkat gabungan peristiwa yang terjadi pada tahun-tahun
tersebut berupa inflasi harga, kurangnya tenaga buruh terampil, dan munculnya
organisasi buruh yang sukses dari partai-partai politik, terutama SI dan PKI. Lalu pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond
membentuk Organisasi kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).
Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama Indonesia.
Sebutan
Indonesia semakin populer di dalam negeri dalam berbagai gerakan-gerakan yang
dipimpin oleh tokoh-tokoh Nasional setelah nama Indonesia dinobatkan sebagai
nama Tanah Air, Bangsa dan Bahasa pada kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia yang
diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian disebut Soempah
Pemoeda.
Sumpah
Pemoeda sebagai tonggak sejarah perjuangan yang bersifat nasional, meliputi
seluruh wilayah nusantara mencapai cita-cita bersama. Pada Kongres ini pula
diperkenalkan lagu kebangsaan Indonesia Raya 3 stanza oleh Wage Rudolf
Supratman.
Pada
bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; Parlemen Hindia
Belanda) Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjodjo, dan Sutardjo Karto
Hadi Kusumo, mengajukan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda agar nama
Indonesia diresmikan sebagai pengganti nama Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda)
tetapi Belanda menolak mosi ini. Segala usaha terus dilakukan untuk mengganti
didalam perundang-undangan sebutan Nederlandsch-Indie dengan Indonesia; dan Inborling,
Inlander, Inheeimsche dengan Indonesier tetapi selalu mengalami kegagalan,
dimana pihak koloni Belanda selalu mendasarkan keberatannya atas dasar
pertimbangan Juridis. Nama Indonesiers hanya boleh dipakai secara resmi dalam
surat menyurat saja (Surat Edaran 10 Oktober 1940).
Sebutan
Hindia Belanda lenyap ketika bala tentara Jepang menduduki Tanah Air Kita pada
tanggal 8 Maret 1942 dan berganti sebutan To-Indo (India Timur). Tidak lama
bala tentara Jepang menduduki Tanah Air kita, tentara sekutu menghancurkan
kekuasaan Jepang. Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan
untuk membuat keputusan seperti itu pada 16 Agustus 1945, maka Soekarno
membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya, yaitu pada tanggal 17
Agustus 1945 jam 10.40 di jln Pagangsaan Timur Raya. Kabar mengenai proklamasi
menyebar melalui radio dan selebaran, sementara pasukan militer Indonesia pada
masa perang seperti Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya
langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada
18 Agustus 1945 berdirilah Negara Republik Indonesia. Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad
Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang
beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok
ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik
Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk
wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
DAFTAR PUSTAKA
Posponegoro,MD. Dan Notosusanto, Nugroho. 2011. Sejarah
Nasional
Indonesia
v. Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs,
MC. 2008. Sejarah Indonesia Modern
1200-2004. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta
Suryanegara,
Mansur.1998. Menemukan Sejarah. cet.
IV, Mizan, hal 92-93
Konsepsi-Indonesia.html
Sejarah-Indonesia-Wikipedia-bahasa-Indonesia,-ensiklopedia-bebas.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar